Kamis, 10 Februari 2022

AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

 

 

PENERAPAN BUDAYA POSITIF

DI SMA NEGERI 1 PASIE RAJA

 

OLEH

ELISYA SOVIA, S.Pd.,Gr

CGP-4 Kab. Aceh Selatan



A.       Perubahan Paradigma

 

Budaya positif merupakan nilai-nilai ataupun keyakinan yang dilakukan terus menerus sehingga menjadi kebiasaan, kebiasaan yang berpihak pada murid agar peserta didik dapat berkembang menjadi pribadi yang memiliki karakter kritis, santun dan penuh hormat serta bertanggung jawab. Budaya positif juga salah satu materi yang diajarkan dalam pendidikan guru penggerak. Materi ini sangat penting karena aksi nyata yang diterapkan langsung berhubungan dengan anak didik setiap harinya. Dengan budaya positif anak didik dapat mengembangkan potensi anak agar memiliki karakter yang kuat sebagaimana pelajar profil Pancasila.

Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita.  Paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, untuk meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol:

                              


Didalam  teori Stimulus-Respon lawan Teori Kontrol: Pandangan tentang Dunia, Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa, “..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.

             


Contoh penerapan perubahan paradigma yaitu guru berusaha memahami karakteristik yang dimiliki pesera didik yang diwujudkan dengan perbedaan strategi belajar yang dilakukan pada masing-masing kelas,

                




 

B.        Konsep Disiplin Positif dan Motivasi

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470).

Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

              


 Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada muridmurid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

Sebagai contoh sikap disiplin positif yang dilakukan di SMA Negeri 1 Pasie Raja adalah menumbuhkan kesadaran peserta didik akan pentingnya kebersihan lingkungan sekolah sebagai tanggung jawab bersama melalui gotong royong yang dilakukan setiap hari sabtu.

C.       Keyakinan Kelas, Hukuman, dan Penghargaan

Keyakinan  Kelas Untuk mendukung motivasi intrinsik, kembali ke nilai-nilai/keyakinan-keyakinan  lebih menggerakkan seseorang dibandingkan mengikuti serangkaian  peraturan-peraturan.

       

       


                                  


 

Ket: Mewujudkan salah satu keyakinan kelas tentang kelas yang bersih dan nyaman

 

 

 

D.      Pemenuhan Kebutuhan Dasar

 

1.      Cinta dan kasih sayang (Kebutuhan untuk Diterima) Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk mencintai dan memiliki meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.

2.      Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan) Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.

3.      Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan) Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anakanak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.

4.      Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang) Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya Ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga konsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan, bahkan saat bertingkah laku buruk.




                 Ket : Pembelajaran Berpihak kepada kebutuhan anak

 


E.        5 POSISI KONTROL


F.         Segitiga Restitusi

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004) Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.     

  


 

Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah-langkah itu tidak harus dilakukan satu persatu. Banyak guru yang sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.

                           


1.      Menstabilkan Identitas/Stabilize the identity. Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan

2.      Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat dibawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka

3.      Menanyakan Keyakinan/Seek the Belief Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

 

Berikut contoh penerapan segitiga restitusi  di SMA Negeri 1 pasie raja yang dilakukan oleh guru pengerak:

      


      


    

Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan untuk memperkuat budaya postif adalah Bersinergi dan berkolaborasi positif dengan berbagai komunitas praktis, hal ini sangat penting dilakukan agar kekhawatir yang ditimbulkan dapat diminimalisir dan juga mencari format terbaik dalam membudayakan budaya positif di sekolah.

 

 

 



 

Keterangan Foto : Diskusi Bersama Calon Guru Penggerak tetang budaya positif.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKSI NYATA MODUL 3.3 MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM BERDAMPAK PADA MURID

  Pojok Literasi Kelas Sebagai Sarana   Menumbuhkan Semangat Baca Siswa Di SMA Negeri 1 Pasie Raja Peristiwa (Facts) A.       Latar ...