Jumat, 18 September 2020

MATERI KELAS XII IPA DAN IPS DEMOKRASI LIBERAL

 

Demokrasi Liberal serta pengaruhnya terhadap perkembangan politik, ekonomi, sosial – budaya dan pendidikan di Indonesia.

A.    Demokrasi Liberal

Demokrasi Liberal atau demokrasi Konstitusional adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional (Undang – Undang Dasar) hak – hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Di Indonesia Demokrasi ini disebut juga dengan demokrasi Parlementer yang mulai berjalan pada 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.

Demokrasi Liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.

Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer. Di indonesia demokrasi ini dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah NO.14 Nov. 1945. Menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu ataupun masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat represetansi warganegara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950. Namun setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun.

1.       Politik

Pada masa itu situasi politik tidak stabil karena sering terjadi nya pergantian kabinet dan sering terjadi pertentangan politik di antara partai-partai yang ada. Kabinet – kabinet yang memerintah di Indonesia. Kabinet-kabinet yang pernah memerintah pada masa Demokrasi Parlementer di Indonesia adalah Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951), Kabinet Soekiman (27 April 1951 – 3 April 1952), Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953), Kabinet Ali Sastroamijojo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955), Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II ( 20 Maret 1956 – 14 Maret 1957), dan Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 10 Juli 1959). Selama sembilan tahun terdapat tujuh kabinet, dan rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun saja. Kinerja kabinet sering mengalami deadlock dan ditentang oleh parlemen karena adanya kelompok oposisi yang kuat sehingga mengakibatkan timbulnya konflik kepentingan dalam proses perumusan dan pembuatan kebijakan negara. Sering bergantinya kabinet menjadi ciri utama dari masa Demokrasi Liberal dan juga merupakan penyebab instabilitas politik. Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan, parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet sehingga koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Mosi yang diajukan untuk menjatuhkan kabinet lain lebih tertuju untuk merebut kedudukan partai daripada menyelamatkan masyarakat. Sementara keberlangsungan pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan parlemen. Karena selalu terjadi pergantian kabinet, hal ini mengakibatkan pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Rakyat pun mengalami kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan beratnya perekonomian yang menimbulkan ketidakstabilan sosial-ekonomi.

Kehidupan politik di masa demokrasi parlementer ditandai dengan gagalnya konstituante dalam membuat undang-undang baru bagi Indonesia. Padahal konstituante sendiri adalah sebuah lembaga yang dibentuk untuk membentuk UUD. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai gerakan-gerakan yang mengancam ketertiban dan stabilitas keamanan Indonesia. Pada tanggal 20 November 1956, konstituante menetapkan untuk bersidang untuk pertama kalinya. Soekarno memberikan kewenangan untuk menyusun dan menetapkan UUD Republik Indonesia tanpa batas masa kerja. Semangat untuk bersatu dan merumuskan UUD Indonesia ini berubah menjadi perasaan saling mementingkan kepentingan kelompok sendiri. Selain itu, ada rintangan lain yang dihadapi konsituante, yaitu usulan dari kalangan kelompok Islam untuk memasukkan kembali butir Piagam Jakarta yang menyatakan "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" di dalam preambule dari UUD 1945, terjadi pada tanggal 29 Mei 1959. Jumlah anggota konsituante yang hadir mencapai 466 suara, dan demi mencapai persetujuan untuk menyetujui usulan kalangan kelompok Islam, jumlah suara yang setuju harus 2/3 dari total seluruh anggota yang hadir. 201 suara menyatakan setuju, sedangkan 265 suara menolaknya, sehingga tidak tercapai kuorum yang seharusnya. Pada 30 Mei 1959, diadakan sidang untuk membahas usulan pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945 tanpa perubahan dan hasilnya tidak tercapai keputusan yang mufakat. Jadi dilakukan proses pemungutan suara (voting), tetapi tetap saja tidak mencapai kuorum karena 269 suara setuju dan 199 suara menolak dari total 474 orang yang hadir. Pemungutan suara kembali diadakan pada 2 Juni 1959, tetapi tetap tidak memenuhi kuorum. Pada akhirnya, tanggal 3 Juni 1959, konstituante memutuskan untuk melaksanakan reses.

Faktor utama kegagalan konstituante adalah terdapat sikap mementingkan kepentingan golongan atau partai politik yang berada di dalam konstituante. Pada saat itu, ada tiga poros kekuatan partai politik utama, yaitu kekuatan partai Islam, kekuatan partai Nasionalis, dan kekuatan partai Komunis. Ketiganya tidak terdapat konsensus yang baik untuk merancang UUD sehingga selalu gagal. Terdapat pula berbagai peristiwa politik pada konflik kepentingan masing-masing kelompok politik di dalam tubuh konstituante. Seperti, konflik antara NU, PNI, dan PKI tentang pemberlakuan kembali UUD 1945 dan penyertaan butir Piagam Jakarta di dalam UUD 1945. Permasalahan itu juga diperkuat dengan adanya pengerahan massa untuk berdemonstrasi dan turun ke jalan dalam memperjuangkan isu dan kepentingannya masing-masing.

Setelah negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat memberlakukan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang selalu silih berganti telah dialami rakyat Indonesia selama sepuluh tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak sesuai dengan negara Indonesia, karena tidak menjiwai Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menyatakan bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta menghalangi pencapaian tujuan masyarakat adil dan makmur, sehingga diumumkan dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengakhiri masa parlementer, digunakan kembalinya UUD 1945, pembubaran konstituante, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin.

2.       Sosial – Budaya

Demokrasi Liberal di Indonesia merupakan suatu kesalahan yang fatal bagi masyarakat Indonesia. Kehidupan masyarakat menjadi monoton yaitu untuk memperbutkan kekuasaan. Masing – masing kelompok masyarakat yang merasa kurang puas dan tidak suka dengan kebijakan pemerintah, mengambil tindakan yang impresif. Masyarakat dengan di ketuai oleh orang – orang yang kecewa terhadap pemerintah secara teroganir melakukan pemberontakan.

A.     Gangguan keamanan dalam negeri

1.      Pemberontakkan PKI Madiun (18 September 1948)

2.      Pemberontakkan DI/TII di Jawa Barat

3.      Pemberontakkan DI/TII di Aceh

4.      Pemberontakkan DI/TII di Kalimantan Selatan

5.      Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

6.      Pemberontakkan DI/TII di Jawa Tengah

7.      Pemberontakan Angkatan Peramg Ratu Adil (APRA)

8.      Pemberontakan Andi Azis di Makasar

9.      Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

10.  Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

11.  Pemberontakan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)

Dalam menghadapi pemilihan umum tahun 1955, partai politik membentuk organisasi massa (ormas). Partai-partai kiri yang tidak duduk dalam pemerintahan karena dapat menguasai massa diuntungkan karena keadaan sosial-ekonomi yang semakin merosot. Tetapi dalam bidang budaya prestasi pemerintah dianggap cukup berhasil untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi dan membuka banyak universitas di daerah-daerah, prestasi di raih pula dalam bidang olahraga yaitu pada tahun 1958 bulan Juni, Indonesia memenangkan piala Thomas Cup pada tahun 1958 oleh Tan Joe Hok alias Hendra Kartanegara, dan berhasil menyelenggarakan konferensi Asia-Afrika 18 April -24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung. dengan sukses. Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Deklarasi Djuanda pada tanngal 13 Desember 1957 tentang wilayah perairan Indonesia.

3.       Ekonomi

Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat. Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.

1)        Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.

2)        Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.

                                                                  

3)        Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.

4)        Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.

5)        Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.

6)        Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.

7)        Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.

8)        Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.

9)        Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.

10)    Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar. 

Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :

-          Mengurangi jumlah uang yang beredar

-          Mengatasi Kenaikan biaya hidup.

Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

Pada masa demokrasi liberal dikeluarkan beberapa kebijakan ekonomi berikut ini :

a.      Gunting Syafruddin

Guna mengatasi defisit anggaran dan mengurangi peredaran uang, pada tanggal 20 maret 1950 Menteri keuangan Syafruddin mengambil tindakan memotong uang dengan memberlakukan setengahnya untuk mata uang yang bernilai Rp. 2,50,00 ke atas.

b.      Nasionalisme de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia

Pada masa kabinet Sukiman, pemerintah berusaha untuk mengatasi krisis moneter (keuangan). Salah satu upaya yang ditempuh adalah menasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Lebih lanjut dalam rangka menaikkan pendapatan, pemerintah berupaya menurunkan biaya ekspor dan melakukan penghematan secara drastis.

c.       Sistem ekonomi Gerakan Benteng

Gerakan Benteng pada hakikatnya adalah suatu kebijakan untuk melidungi usaha pribumi.Gerakan Benteng ini mengalami kegagalan karena para pengusaha indonesia lambat dalam usahanya, bahkan ada yang menyalahgunakan bantuan pemerintah. Selain itu, pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi dalam sistem ekonomi liberal.

d.      Sistem Ekonomi Ali-Baba

Tujuan sistem ekonomi Ali-Baba adalah untuk memajukan pengusaha pribumi. Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi dan Baba sebagai pengusaha nonpribumi. Sistem ekonomi Ali-Baba mengalami kegagalan karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman dan hanya dijadikan alat oleh pengusaha nonpribumi untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.

4.       Pendidikan

            Lahirnya Undang-undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP) No.4 tahun 1950. Inilah undang-undang pertama tentang pendidikan nasional di republik ini.9 Undang-undang ini dikeluarkan di Jogjakarta, pada 4 April 1950, di saat Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat yang berlangsung sejak 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Ketika era RIS berakhir dan kembali ke bentuk negara kesatuan pada 17 Agustus 190, undang-undang tersebut kemudian berlaku secara Nasional, yakni ke seluruh eks negara bagian RIS . Namun baru tahun 1954, melalui UU No. 12 tahun 1954 yang dikeluarkan pada 18 Maret 1954, ditetapkan pemberlakuan UU PP No.4 tahun 1950 untuk seluruh Indonesia.

Keberadaan sekolah-sekolah swasta baik yang bercirikan keagamaan maupun tidak, juga sudah tercantum dan diakui secara formal dalam pasal 13 ayat 1 dan 2 dari UU ini:12 “Atas dasar kebebasan tiap-tiap warga negara menganut suatu agama atau keyakinan hidup maka kesempatan leluasa diberikan untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah partikulir”,(pasal 13 ayat 1). “Peraturan-peraturan yang khusus tentang sekolah-sekolah partikulir ditetapkan dalam undangundang,” (pasal 13 ayat 2)

Pada masa demokrasi liberal, UUD sementara 1950 merupakan konstitusi sementara Republik Indonesia. Meskipun begitu, pancasila tetap sebagai dasar Negara dan pasal mengenai pendidikan rumusannya juga sama dengan pasal 30 konstitusi sementara RIS.

            Tujuan pendidikan, hal ini termaktub dalam UU No 12 tahu 1954. pasal 3 tentang tujuan membentuk SDM berkualitas dan demokratis serta bertanggungjawab terhadap kesejahteraan Negara, pasal 4 tenteang pendidikan yang berazaskan pancasila dan UUD serta sesuai budaya bangsa, dan pasal 5 tentang bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
UU No. 4 tahun 1950 berlaku menyeluruh dalam rangka Negara kesatuan pada tanggal 18 Maret 1954, setelah menjadi UU No. 12 tahun 1954.

Sistem Persekolahan disesuaikan dengan UU No. 12 tahun 1954

Pasal

Ayat

Jenis Pendidikan

6

1

Tentang pembagian jenis pendidikan, yaitu Pendidikan dan Pengajaran TK, Rendah, Menengah dan Tinggi

6

2

Tentang Pendidikan dan Pengajaran SLB untuk mereka yang memiliki kekhususan.

7

1

Tentang Pendidikan dan Pengajaran TK sebagai persiapan sekolah dasar.

7

2

Tentang Pendidikan dan Pengajaran untuk pembentukan rohani, pengembangan bakat dan minat, serta pemberian dasar pengetahuan.

7

3

Tentang Pendidikan dan Pengajaran Menengah untuk memperluas wawsan dan mempersiapkan untuk terjun ke masyarakat.

7

4

Tentang Pendidikan dan Pengajaran Tinggi untuk memperdalam ilmu dam memajukannya, serta mencetak para pemimpin.

7

5

Tentang Pendidikan dan Pengajaran Luar Biasa bagi peserta pendidikan yang mempunyai kekurangan jasmani atau rohani.

 

25 Agustus 1950 terjadi perubahan berdasarkan Pengumuman Mentri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan NKRI No 1983/I-A/1950 tentang perubahan nama sekolah, lama jenjang, kurikulum, tata penyelenggaraan pendidikan dan bahasa pengantar pendidikan. Contohnya, NIEUWE KS menjadi SGA, SR Negeri menjadi sekolah biasa dengan bahasa pengantar B. Indonesia, lama belajar SMP Negeri menjadi tiga tahun dan sebagainya.

a. Persiapan Kewajiban belajar

Tahun 1950 diadakan kursus pengajar untuk Kursus Pengantar ke Kewajiban Belajar (KPKPKB). Tahun 1953 KPKPKB diganti menjadi SGB. selain KPKPKB,pendidikan guru lainnya yaitu:

1)      Sekolah Guru untuk Sekolah Dasar, seperti SGB dan SGPD.

2)      Sekolah Guru untuk Sekolah Lanjutan, seperti SGA dan PGSLP.

3)      Kursus BI dan BII untuk guru sekolah menengah atas.

b. PP No. 65 tahun 1951

Menetapkan tugas dan Kewajiban Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan untuk menyelenggarakan sekolah rendah, memberi subsidi pendidikan, menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, memberikan sarana belajar seperti perpustakaan, menjadi penghubung pemerintah dengan pemuda dan memaju8kan seni daerah.

c. Pendidikan Agama

Peraturan bersama Mentri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan  dengan Mentri Agama No. 17678/Kab. tanggal 16 Juli 1951 berisi tentang penetapan diwajibkan adanya pendidikan agama, tata penyelenggaraan pendidikan dan kualifikasi guru pengajarnya.

d. Pendidikan Masyarakat

Untuk menambah pendidikan dan keterampilan kerja masyarakat didirikan beberapa kursus, seperti kursus pengasuh pendidikan masyarakat setelah tamat SD, Kursus penjenjang Pendidikan Masyarakat setelah tamat SMP, Kursus pemilik Pendidikan setelah tamat SMA dan pusat latihan pendidikan masyarakat.

e. Partisipasi Pendidikan Swasta

makin maraknya sekolah swasta berdiri, tidak hanya sekolah bercirikan agama, tapi sekolah yang netral pun makin banyak.

Universitas mengalami perkembangan, seperti Universitas Indonesia yang berdiri tahun 1849, pada tahun 1954 dimulai perkembangan dengan penambahan beberapa Fakultas tertentu, seperti Fakultas-fakultas yang berada di luar Jakarta kemudian berkembang menjadi universitas-universitas terpisah di antara tahun 1954-1963. Universitas Indonesia di Jakarta mempunyai kampus di Salemba dan terdiri dari beberapa Fakultas seperti: Kedokteran, Kedokteran Gigi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Sastra, Hukum, Ekonomi, dan Tehnik. Kemudian ITB yang berdiri 3 Juli 1920 dengan nama Technische Hoogeschool te Bandoeng, kemudian 2 Maret 1959 berubah dengan nama ITB. Tanggal 21 April 1958, Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh (YDKA) dibentuk dengan tujuan mengadakan pembangunan dalam bidang rohani dan jasmani guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat. YDKA pada awalnya dipimpin oleh Bupati M. Husen, Kepala Pemerintahan Umum pada Kantor Gubernur pada waktu itu, yang kemudian dipimpin oleh Gubernur Ali Hasjmy. YDKA menyusun program antara lain: a. Mendirikan perkampungan pelajar/mahasiswa di ibukota provinsi dan setiap kota kabupaten dalam wilayah Aceh. b. Mengusahakan berdirinya satu Universitas untuk daerah Aceh.

Sejarah perkembangan Universitas Negeri Semarang yang sebelumnya bernama IKIP Semarang telah dimulai dengan berdirinya berbagai lembaga pendidikan guru di atas SMTA. Lembaga-lembaga pendidikan guru tersebut adalah: Middelbaar Onderwijzer A Cursus (MO-A) dan Middelbaar Onderwijzer B Cursus (MO-B). Keduanya merupakan lembaga pendidikan yang disiapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang bertujuan untuk menyiapkan guru-guru SMTP dan SMTA. Kursus MO-A dan MO-B diselenggarakan di Semarang sampai dengan tahun 1950. Dengan Peraturan Pemerintah No. 41/1950, Kursus MO-A dijadikan Kursus B-I dan Kursus MO-B dijadikan Kursus B-II yang diselenggarakan sampai dengan tahun 1960.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKSI NYATA MODUL 3.3 MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM BERDAMPAK PADA MURID

  Pojok Literasi Kelas Sebagai Sarana   Menumbuhkan Semangat Baca Siswa Di SMA Negeri 1 Pasie Raja Peristiwa (Facts) A.       Latar ...